Monday, July 27, 2015

AS Roma Indonesia Day 2015

Aku lahir dan besar hingga kelas 4 SD di sebuah pelosok kampung, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan pada umumnya. Di tempat tinggalku ini, anak kecil ga punya waktu main yang banyak karena harus bantu orang tua. Ada yang bantu ngurus adek, bantu mamak jualan, tapi mayoritas anak-anak bantu orang tua di ladang. Makanya kami ga terlalu mengikuti apa yang disukai anak-anak di kota waktu itu. Sampai sekarang aku ga tau cerita si Hachi anak sebatang kara itu, Sailor Moon yang pake kekuatan bulan, Ultraman yang suka lowbat, ga main tazos, ga pernah nyari huruf N di bungkus permen, dll.

Memasuki kelas 5 SD, pertengahan tahun 2001, kami sekeluarga pindah ke Tebing Tinggi, sebuah kota madya yang jauh lebih maju. Tebing Tingi bahkan hanya berjarak 2 km perjalanan darat dari Medan.

Setelah beberapa hari pindah ke sebuah SD negeri di kota ini, aku mulai bisa berbaur dengan teman baru. Beradaptasi dan mempelajari apa yang disenangi teman seumuran. Aku masih ingat, waktu itu tiba-tiba kawan sekelas nanya, "Apa klub yang kau suka?"

Aku diam sebentar, berusaha berpikir. Lalu menyerah. "Hah, klub?"

"Iya, klub sepakbola. Aku suka Inter Milan," katanya sambil menunjuk sampul buku tulisnya yang kemudian hari kutau bergambar logo Inter Milan dan foto Roberto Baggio.

"Oh."

"Inter Milan ini jago. Sering juara. Mainnya cantik, pertahanan pun mantap. Ini strikernya. Aku suka kali kalo dia udah ngambil tendangan bebas. Indah kali!" Kawanku itu cerita berapi-api. Semangatnya membara. Matanya menyala. Dia kayak lebih hidup saat membahas klub favoritnya itu. "Si itu Juve. Si anu Milan. Dia Arsenal. Kalo dia Liverpool." Kawanku itu nunjuk banyak teman sekelasku yang lain. "Kau ga punya ya?"

Aku malu. Merasa kalah. Kawan-kawanku itu keliatan keren, garang dan hebat dengan klub favoritnya. Setiap menceritakan klub yang disukai, mereka punya antusiame, semangat yang besar. Mereka punya kebanggaan, pride yang melekat. Aku ga mau ketinggalan, aku mau kayak mereka.

Setelahnya, aku bertekad ingin punya klub favorit. Klub bola yang kusuka. Sayangnya, aku ga tau gimana caranya. Aku belum pernah nonton bola. Nanya ke Bapak pun bukan solusi.

Aku pernah nanya ke Bapak. "Pak, offside itu apa?"

"Itu jumlah uang yang kau dapat kalo jualan."

Gimana mau tau bola, bedain offside sama omset aja ga bisa.

Aku tak kunjung punya klub favorit sampai suatu malam aku nginap di rumah oppung. Kebetulan, abang sepupu malam itu juga ikut menginap. Tengah malam aku terbangun dari tidur karena suara berisik. Aku keluar dari kamar dan mendapati abang sepupu lagi nonton bola. Kayaknya dia habis teriak karena gol.

"Ribut kali kau, Bang!"

"Haha, santailah kau. Namanya Roma yang maen."

"Roma?"

"Iya, AS Roma, klub yang abang suka."

Penasaran, aku ikut nonton. Baru beberapa detik fokus, aku dikagetkan oleh seorang pemain.

"Bah, itu siapa, Bang?"

"Batistuta. Mirip Yesus, ya?"

"Iya. Pasti jagolah mereka, Bang. Tuhan aja beserta mereka." 

"Udah gitu mereka klub dari kota Roma, Itali lagi. Di kota Roma itulah Vatican, markasnya Katolik."

Aku tercengang kagum. AS Roma, klub yang berasal dari kota suci dan memiliki pemain mirip Yesus. Dengan dua alasan yang super relijius, malam itu, aku menahbiskan diri jadi Romanisti.

***

Empat belas tahun berlalu kulewati sebagai Romanisti. Suka duka sangat banyak. Bully udah jadi makanan wajib. Prestasi Roma yang ga bisa dibilang hebat, bikin orang-orang heran kenapa aku betah jadi Romanisti. Selama 14 tahun, praktis cuma dua gelar juara Coppa yang sempat kurayakan di tahun 2006 dan 2007. Aku bahkan belum jadi Romanisti saat Roma scudetto 2000/2001. Tapi namanya pria, kalo udah cinta, ga harus ada alasan lain lagi untuk bertahan. Apalagi aku mulai tau Totti, De Rossi bahkan sekarang ada anak muda Batak di sana, Radja Nainggolan.

Kecintaan yang bagi banyak orang ga jelas ini ternyata sampe juga ke kuping AS Roma. Mereka akhirnya sadar kalau punya pasar di Indonesia. Berbagai strategi mereka gunakan untuk mendekatkan diri dengan para fans di Indonesia. Mulai dari menyapa, membuat twitter berbahasa Indonesia, hingga menghampiri para fans di sini.

Setelah sempat gagal dalam kunjungan tahun 2013, AS Roma akhirnya hadir ke Indonesia pada 25 Juli 2015 dalam tajuk AS Roma Indonesia Day 2015.

Aku udah tahu kabar kedatangan AS Roma dari jauh-jauh hari. Tapi entah kenapa bisa-bisanya aku kelewatan info soal meet and greet. Saat e-poster meet and greet muncul, udah terulis "sold out" di sana. Aku yang pengen kali salaman sama idola, sedih bukan main.

Iseng, kuhubungi seorang kawan pengurus RCI (Roma Club Indonesia), nanya soal tiket meet and greet. Nasib baik datang. Ada tiket yang dibatalkan oleh pemiliknya yang bisa kuambil alih. Wuih, senang bukan main aku. Langsung aja kubayarin.

Libur lebaran yang masing panjang rela terpotong demi bisa ketemu Bang Totti dkk. Aku pulang dari Medan lebih awal. Ketemu Mamak masih bisa nanti-nanti, ketemu Totti kapan lagi. 23 Juli, aku udah di Jakarta lagi. Besoknya meet and greet, lusanya nonton Roma main. Cakep!

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Meet and greet dijadwalkan berlangsung Jumat, 24 Juli malam. Tetapi paginya, aku dapat kabar setengah buruk setengah bahagia. Kabar buruknya, meet and greet yang dibalut dalam suasana makan malam batal. Diganti dengan pertemuan singkat saat tim latihan, Sabtu pagi. Kabar baiknya, kuota meet and greet yang 80 dipangkas separuhnya. Beruntung, aku salah satu yang masih diberi kesempatan. Ga masalah ga jadi makan bareng tim, asal besok bisa jumpa.

Hari-H, sesuai info yang diberikan, aku tiba di GBK pintu barat pukul 9. Meet and greet akan dilaksakan pukul 10 di sela-sela tim latihan. Setibanya di GBK, suasana udah ramai oleh Romanisti. Aku menghampiri booth RCI untuk ketemu panitia. Kabar yang benar-benar buruk menghampiri. Meet and greet dibatalkan. Kesempatan bersalaman dengan Francesco Totti, Danielle De Rossi, Radja Nainggolan dkk gagal total. Sedih bukan main.

Masih pagi, tapi GBK udah ramai sama Romanisti 

Beberapa bahkan ngechant dan ngidupin flare

Cuma mau diapain, panitia ga bisa disalahkan. Toh mereka udah berusaha. Daripada disesali, mending nikmati apa yang ada.

Berfoto di booth RCI

Biar duka cepat berlalu, aku bergabung dengan beberapa teman RCI dan berbincang banyak hal. Lagi asyik berkumpul, tau-tau para Romanisti lari berhamburan. Ternyata skuat tim yang akan latihan udah tiba. Tau ada para idola di dekatku, aku sempat merinding. Aku ikuti yang lain, berusaha bisa melihat dekat para idola.

Kali aja para idola terlihat

Diterpa beberapa kabar buruk, kabar baik akhirnya datang. Pelatih Roma, Rudi Garcia membolehkan kami masuk menonton mereka latihan. Puji Tuhan! Kami masuk tanpa perlu pake tiket. Semacam hadiah bagi Romanisti yang datang pagi.

Kalo datang pagi, rezeki belum dipatok ayam, bisa nonton Roma latihan

Setelah sesi latihan selesai, aku sempatkan pulang ke kosan, istirahat dan makan siang. Walau keinginan bertemu tatap muka dengan idola gagal total, aku tetap semangat menyambut pertandingan. Karena alasan Indonesia yang sedang kena sanksi FIFA, Roma ga boleh main melawan klub Indonesia. Roma pun ga boleh menggelar pertandingan yang sesuai dengan regulasi FIFA. Untuk itu Roma dan pihak promotor mencari jalan keluar. AS Roma akan melakukan pertandingan internal, AS Roma Red vs AS Roma White dalam 2*35 menit.

Tiket AS Roma Indonesia Day 2015

Pukul 3 sore aku udah kembali ke GBK. Menunggu open gate, aku berbincang dan ngopi dengan para Romanisti. Pukul 6, aku masuk. Curva Sud (sebutan suporter garis keras Roma) sudah memenuhi salah satu sudut stadion. Berbagai chant dinyanyikan. Termasuk juga menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ga lama, tim masuk ke lapangan untuk pemanasan.

Banyak jalan menuju Roma Indonesia, selamat datang AS Roma

Pemanasan dulu biar ga keseleo

Pukul 7, tim memasuki lapangan. Pertandingan dimulai. Lagu "Roma Roma Roma" berkumandang. Jika Roma bermain di Olimpico, sebelum pertandingan para fans selalu menyanyikan lagu ini. Ditambah bendera dan flare yang menyala di mana-mana, jadilah GBK rasa Olimpico. Saat menyanyikan lagu ini, aku merinding beberapa kali. Apalagi di bagian reffrain. Syahdu!

Roma Roma Roma (1)

Roma Roma Roma (2)

Roma Roma Roma (3)

Pertandingan 2*35 menit itu ternyata dianggap serius oleh tim. Permainan maksimal ditunjukkan. Setiap pemain memberikan kualitas terbaik yang dimiliki. Bahkan sempat terjadi beberapa tackle dan body ball yang agak berbahaya. Curva Sud ga berhenti bernyanyi dan bersorak sepanjang pertandingan. Bergantian satu per satu pemain dicuri perhatiannya. Berulang kali mereka melambaikan tangan ke arah RCI. Lagu "Sinanggar Tulo" bahkan dinyanyikan untuk Radja Nainggolan. Aku ga tau dia paham atau ga, pokoknya Curva Sud berusaha berbagai cara untuk menunjukkan kecintaannya.

Walau pertandingan intra tim, tetap seru dan berkualitas

Pertanding berakhir dengan skor 2-1 untuk Roma merah. Tiga gol yang tercipta malam itu datang dari Seydou Keita, Mapout Yanga-Mbiwa, dan Sang Pangeran Francesco Totti. Akhirnya kesampaian juga menyaksikan Totti bikin gol secara langsung.

Liat Bang Totti ancang-ancang mau penalti
  
Romanisti ga sekalipun berhenti beraksi

Setelah 70 menit berlatih sekaligus menghibur fans di tanah air, tim pamit dan mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diterima. Padahal justru RCI yang seharusnya berterima kasih.

Makasih ya abang-abang, adek-adek, kakak-kakak semuanya

Dadah abang-abang sekalian, jangan lupakan kami, ya!

Para Romanisti seakan belum puas, mereka berdiam diri menyaksikan idola kembali. Lama kami diam di tempat duduk, berharap ada bonus yang diberikan. Sampai lampu stadion dimatikan, masih banyak Romanisti yang belum beranjak.

Romanisti Club Indonesia

Menjadi Romanisti bukan pilihan yang mudah. Ada banyak klub yang jauh lebih hebat, jauh lebih berprestasi, jauh lebih berbintang. Tetapi kami memilih menjadi Romanisti, memilih mencintai klub yang bagi banyak pecinta bola adalah klub medioker, memilih untuk menerima hinaan dan cacian baik yang serius maupun bercanda, memilih menjadi fans yang setia, memilih menjadi Merah-Orange. Sebab jadi Romanisti mengajarkan kami kerendah-hatian, menerima semuanya dengan lapang dada, sambil berdoa besok ada saat gembira. Menjadi Romanisti membuat kami optimis dalam cinta apa adanya.

Terima kasih AS Roma telah menghagai kami. Semoga kalian punya niat datang kembali. Tenang, aku masih mau kok ikut meet and greet!

Tahun depan scudetto, please!

6 comments

Padahal kesempatan langka ada tim luar main di Indonesia, apalagi yang main legenda macam Totti. Sayangnya, nggak ada pemain asli Indonesia yang main di pertandingan itu.

Sanksi FIFA bikin jadi susah sih. Cuma mau gimana lagi, kayak gini udah win-win solution lah.

Padahal udah diniatin bisa foto bareng yah bang. Tapi gapapa yang penting kesampaian liat club idola main langsung. Selamat berbahagia !

Merinding bacanya!! Gue banget quotes nya!! Forza Roma!!

Gw jd romanisti berasa blom apa2 dibanding lo bang ben..
Gw baru jd romanisti 2006/2007 pas gila2'an ngejar inter buat scudetto...
Smoga next time bisa di curva sud bareng Rci jakarta bang ben..