Friday, November 29, 2013

Anies Baswedan

Siang itu, tepat saat matahari dengan perkasa menguasai langit, kami, siswa-siswi kelas XII SMA Negeri 1 Tebing Tinggi dikumpulkan di aula. Seperti yang sudah-sudah, aku tak begitu tertarik dengan acara begini. Kalo tidak sosialisasi atau promosi dari perguruan tinggi swasta soal kampusnya, yang kadang sangat lebay, sampai bonus dapat laptoplah kalau kuliah di sana, paling juga jualan berkedok motivasi. Setelah berkoar sana-sini, menunjukkan skill dan kemampuannya, bikin siswa-siswi tercengang, lalu jualan buku motivasilah, jurus-jurus UN SPMB-lah, CD tutoriallah. Macam-macam.

Setelah semua siswa diatur dan dijinakkan oleh seorang guru yang killernya sudah tidak diragukan lagi, akhirnya suasana tenang. Kemudian majulah seorang pria, masih muda, sepertinya mahasiswa, mengambil alih komando. "Saya ke sini diutus oleh Rektor termuda Indonesia, Rektor Universitas Paramadina, Bapak Anies Baswedan untuk mencari bibit unggul yang akan diberikan beasiswa penuh, meliputi biaya kuliah, biaya buku dan biaya hidup hingga lulus." Kurang lebih itulah isinya.


Aku tercengang. Tumben-tumbenan ada kayak gini. Ini tentu sangat menggiurkan. Apalagi buatku yang notabene dari keluarga yang kalo bisa dibilang pas-pasan lah. Beasiswa penuh dan mereka mencari jauh-jauh sampai ke sekolahku ini. Luar biasa. Ini keren.



Walaupun akhirnya aku ga mengambil kesempatan itu karena berbagai macam alasan, tapi itulah awal perkenalanku dengan sosok Anis Baswedan. Rektor termuda, 38 tahun, membuat program yang sangat luar biasa itu dan mencari bibitnya hingga ke pelosok-pelosok negeri.

***

Aku akhirnya masuk di Teknik Industri UGM. Setelah beberapa semester berkuliah, kuperhatikan ada poster yang menarik terpajang di seantero Fakultas Teknik, termasuk di papan pengumuman jurusanku. Indonesia Mengajar, begitu judulnya. Sebuah program yang merekrut mahasiswa-mahasiswi terbaik Indonesia untuk di tempatkan di pelosok-pelosok negeri, mengajar selama satu tahun dengan sukarela.

"Keren ya." kataku kepada kawan di sampingku yang kebetulan juga ikut membaca poster itu.

"Iya, keren kali ini. Tapi ada yang mau ikut ga ya? Sayang juga setahun kebuang ini. Setahun kerja di perusahaan udah bisa dapat macam-macam. Udah naik pangkat pun."

"Makanya itu. Keren kalilah kurasa orang-orang yang ikut kayak gini. Tapi setahun itu kan ga kebuang sia-sia juga. Banyak yang bisa didapat. Pengalamannya pasti mahal kali."

Dan benar saja, dalam sebuah episode talk show Kick Andy di Metro TV, digambarkan bagaimana keberhasilan program Indonesia Mengajar dan manfaatnya terhadap berbagai pihak, baik masyarakat sekitar, siswa-siswi sekolah dasar dan mahasiswa mahasiswi itu sendiri.

Program inilah tentu yang menjadi inspirasi terlahirnya program-program sejenis yang tentu baik terhadap kemajuan pendidikan Indonesia. Misalnya saja Gadjah Mada Mengajar, UI Mengajar, ITB Mengajar, dan banyak lagi.



Begitulah perkenalan keduaku dengan Anies Baswedan, sosok yang ada di poster Indonesia Mengajar. Rektor termuda, 38 tahun, membuat program yang sangat luar biasa, mengirimkan mahasiswa-mahasiswi yang dengan sukarela mengajar hingga ke pelosok-pelosok negeri.

***

Aku adalah orang yang sangat skeptis terhadap pemimpin-pemimpin Indonesia, terutama yang berkecimpung di partai politik dan menjadi politisi. Namun dua program Anies Baswedan di atas tentu cukup menjadi alasanku mengidolakan beliau.

Beberapa bulan yang lalu aku mendapat kabar yang sangat mencerahkan. Anies Baswedan mengikuti konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Itu artinya ada kemungkinan beliau akan menjadi Presiden di negeri ini. Sosok yang begitu aku idolakan memilih turun tangan mengatasi persoalan bangsa ini. Keren.

Aku tentu sangat berharap beliau sukses di konvensi, menjadi Capres, menang di Pemilu dan kemudian menjadi Presiden. Track record yang dimiliki beliau dengan program-program hebatnya sudah bisa menjadi bukti dan jaminan bahwa tugas ini layak beliau emban.

Tak banyak orang yang peduli dengan pendidikan yang bahkan turun tangan mencari bibit-bibit unggul dari pelosok-pelosok negeri untuk dididik menjadi orang-orang hebat. Tak banyak orang yang peduli dengan siswa-siswa kekurangan guru di pelosok-pelosok yang bahkan turun tangan mengajak dan menggerakkan orang-orang untuk ikut terjun ke lapangan Tak banyak orang yang peduli dengan bangsanya yang bahkan memilih turun tangan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Tak banyak. Anies Baswedan salah satu yang melakukannya.

Begitulah aku mengenal Anies Baswedan, sumber inspirasi banyak orang.

Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak terdidik di Republik ini adalah "dosa" setiap orang terdidik yang dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan. ― Anies Baswedan

Sumber Gambar:
http://static.turuntangan.org/images/2008.jpg
http://static.turuntangan.org/images/2008-1.jpg

2 comments

Anies Baswedan membuat program turun tangan sebelum menjadi presiden karena ini merupakan sebuah program yang bisa menjadi pergerakan. Karena pergerakan maka masyarakat ikut terlibat langsung dan kalo terus dilakukan akan menjadi sebuah budaya baru yang positive buat kita. Apakah konvensi di Partai Demokrat itu benar adanya atau hanya bualan belaka? karena peraturannya tidak ada yang tau dan tidak jelas.
Kenapa Anies Baswedan? Yap, kita bisa liat mereka yang pada ingin menjadi calon presiden sudah IKLAN dimana-mana, tidak ada bedanya dengan perusahaan yang menginginkan profit tinggi dengan beriklan. Di turun tangan sangat berbeda, kita yang peduli dan mau tau akan bagaimana nasib Indonesia kedepannya dengan tenaga, pikiran, harta maupun tulisannya pribadi berusaha terlibat untuk Indonesia yang lebih baik. Saya sendiri sangat mendukung Pak Anies namun tetap masih ada keraguan. Nah sekarang bisa kalian liat seorang tokoh yang selalu seperti DEWA di media yang selalu ada di stasiun TV tetapi faktanya beliau tidak mampu membuat Jakarta lebih baik. Sedikit pun tidak ada. Saya pernah menanyakan kepada teman yang mendukung beliau tapi teman tidak dapat menjawab. Karena hanya media yang bilang beliau "keren" (ini terjadi karena frekuensi media yang rutin dan terus menerus lalu masuk ke alam bawah sadar yg tidak dapat dijelaskan secara logika saat ada pertanyaan "apa prestasi beliau")
Dengan adanya turun tangan kita terlibat langsung dan dapat mengawasi jalannya demokrasi di Indonesia dengan terbuka.
Balik lagi ke iklan, apakah biaya iklan murah? Lalu jika jawabannya TIDAK, siapa yang membiayai? Dibalik pembiayaan itu ada semacam simbiosis mutualisme, perjanjian antara donatur dan capres yang diproyeksikan buat 2014. Setelah si capres menjadi Presiden maka akan ada balas budi. Saat balas budi disinilah banyak sekali kebijakan yang merugikan rakyat untuk keuntungan pribadi si donatur