Saturday, December 6, 2014

Mendadak Pulang

Sebelumnya, maaf untuk dua minggu tanpa postingan. Aku telah mengecewakan kalian yang (mungkin) menunggu artikel baru di blog ini. Aku memang nggak sempurna untuk kalian dan kalian juga terlalu baik untukku. Cuma aku nggak pengin hubungan ini break karena kalian mau fokus UN.

Oke, kuanggap aku udah dimaafkan ya.


Minggu ini aku dapat kerjaan ke Medan, ngelawak di sebuah acara KPID Sumut. Mendadak tapi bahagia. Kerja ke kampung halaman dan bisa menyempatkan pulang? Senang pake kali rasanya.

Aku sengaja nggak bilang sama keluarga tentang kepulangan ini, kecuali sama kakakku yang kebetulan tinggal di Medan. Selain karena mendadak, aku pengin ngasih kejutan aja. Nongol tiba-tiba gitu di depan Bapak dan Mamak kan romantis. Sok sweet!

Selasa sore aku tiba di rumah Kakak. Dan sebagai perantau yang jarang pulang, kuliner adalah hal kedua yang paling kurindukan setelah keluarga. Sesegera mungkin aku diajak Kakak makan BPK di Olakisat. Amangoi Amang, tabo nai!

Besoknya, seharian kemudian aku beristirahat di rumah Kakak. Berkali-kali telepon dari Mamak nggak kuangkat. Aku nggak yakin bisa bohong kalo ditanya lagi di mana. Jadi lebih baik nggak usah ngobrol sekalian. Hehe. Aku lemah!

Aku baru tau sore hari kalo aku bakal tayang di Standupmetrotv dari Twitter. Menyadari kemampuan berbohongku yang jelek, aku nggak kasih tau Mamak, cuma nge-SMS Bapak aja biar mereka nonton.

Malamnya, aku menuntaskan tugas di Auditorium RRI Medan. Banyak orang penting katanya di acara itu, aku nggak terlalu tau siapa-siapa aja. Yang kukenali dengan jelas hanya Pak Gatot, Gubernur Sumut. Aku pun baru tau kalo istrinya beliau ternyata sangat sederhana. Maklum, kan aku jarang pulang. Untungnya banyak mahasiswa di sana, jadi aku nggak terlalu khawatir kesulitan bikin mereka ketawa. Puji Tuhan, malam itu bisa dikategorikan berhasil.

Selagi menunggu dan menuntaskan tugas, Mamak beberapa kali nelepon. Mungkin beliau mau ngasih saran dan kritik tentang penampilanku—seperti yang sering Mamak lakukan. Nggak kuangkat, lagi-lagi mau menyukseskan kejutan untuk Bapak dan Mamak yang kurencanakan.

Secepat mungkin setelah pekerjaan beres, aku dan Kakak ke tempat di mana angkutan menuju Tebing Tinggi biasa mangkal menunggu penumpang. Pukul 23.30 akhirnya kami bisa duduk lega menunggu tiba.

Nggak terasa dua jam berlalu. Pukul 01.30, kami tiba di rumah. Kakak memanggil-manggil Mamak minta dibukain pintu. Nggak lama menunggu, pintu terbuka. Bapak muncul. Sambil mengucek-ngucek mata dan mengumpulkan nyawa, Bapak menatapku heran.

“Siapa kau?”

“Si Dion.”

“Bah, kaunya itu?” tanya Bapak agak nggak percaya. Kami kemudian bersalaman—karena nggak biasa dan terlalu gengsi berpelukan. Bapak senyum malu-malu. Aku juga. Walau aneh rasanya, tapi tetap terasa aroma bahagia.

Aku mencuri pandangan ke dalam rumah, mencari-cari sosok Mamak.

“Mamak di rumah sakit. Jaga Ompung Ottis, dia lagi sakit,” kata Bapak menanggapi. Ompung Ottis adalah adek dari bapaknya bapak.

“Antarlah kami ke rumah sakit, Pak. Sekalian jenguk.” Aku belum menyerah, rencana ini belum sepenuhnya berhasil.

Walau sempat menolak karena besok harus bangun dan mengajar pagi hari, Bapak akhirnya bersedia. Nggak pake lama, kami langsung ke rumah sakit.

Dari parkiran rumah sakit, Bapak membawa kami ke ruangan tempat Mamak menjaga Ompung Ottis. Ruangannya ada di lantai dua. Aku menaiki tangga paling terakhir, di belakang Bapak dan Kakak. Hampir nyampe lantai dua, selagi aku memperhatikan langkah kaki biar nggak jatuh, tiba-tiba aku dengar suara Mamak.

“Bah! Bah! Anakku?”

Aku kaget. Kami sama-sama kaget. “Iya, Mak.” Nggak bisa mengelak lagi, nggak ada jawaban lain selain sebuah pengakuan.

“Baru tadi kuliat kau di tivi, tiba-tiba udah di sini aja.” Pipiku diserobot bibir Mamak. Aku berusaha menghindar. Entahlah, risih rasanya setua ini masih dicium-cium. Tapi naas, aku nggak siap dengan serangan Mamak itu.

Aku senyum. Mamak sumringah. Aku nggak tau bilang apa, pokoknya senang.
 
Mamak yang lagi senang, kesal dan mewek.

Pagi itu kami sempat bercerita tentang Mamak yang gusar karena berulang kali beberapa hari belakangan teleponnya nggak kuangkat. Tentang firasatnya kalo ada yang nggak beres. Tentang beliau yang berjalan mondar-mandir di rumah sakit dan akhirnya mendapati kami di tangga. Ah, ibu memang selalu punya indera keenam kalo udah berurusan dengan anaknya. Mungkin itu skill khusus dari Tuhan mengingat beratnya tugas jadi ibu.

Sisanya, selagi Mamak bercerita, aku tertidur. Nggak kuat menahan kantuk dan lelah perjalanan seharian. Yang penting udah bikin Bapak dan Mamak senang. Udah ngasih kejutan, walaupun nggak ada yang ulang tahun.



Kalo kalian, pernah ngasih kejutan ke orangtua nggak? Jangan ngasih kejutan ke pacar doang, lah!

8 comments

Nakal juga kau ini, bang. Bahahahaha. Nanti gue kalau pulang merantau juga bakalan ngasih surprise ke orangtua. :D

Hahaha.
Sesekali bagus ngasih kejutan ke orangtua. Mumpung masih bisa kan :))

Hmm.. keren bang, bisa ngasih kejutan ke orang tua. Orang tua lo pasti seneng banget bang. Gue yakin itu. Seneng dan bangga karena anaknya udah bisa masuk tivi sama nulis buku, hehe. :D

Btw, baca blog gue juga ya bang, komen-komen jugalah kalo sempat. :) Nih blog gue ---> http://www.ilhamkusumaning.com/

Hehe amin semoga. Makasih ya udah berkunjung.

Siap, ntar aku berkunjung balik :)

Aku juga sering mudik ke gresik tiba2 tanpa bilang, dan bikin yokap kaget. sampai detik ini kalo gw datang ataupun pergi masih cium tangan ama nyokap, sejujurnya pingin meluk tapi ngak terbiasa dalam keluarga kita berpelukan ntar di sangka teletabis hahaha

Abang tebing dimananya rupanya bg ??