Jadi hari itu, 26 Desember 2013,
mamakku ulang tahun ke-50. Udah tua ya. Kasihan! Gak kayak aku, masih muda.
Mamak pasti iri samaku.
Layaknya anak gaul sosial media
lainnya, seharian aku ngetwit banyak soal mamak. Mulai dari ucapan selamat
ulang tahun (yang entah kenapa banyak orang lakukan padahal si orang tua ga
bersosial media), hingga membahas segala macam keburukan-keburukan mamak. Ngomongin
jelek-jeleknya mamak memang sering aku lakukan, terutama dalam bit-bit komedi
(bahan lawakan).
Banyak tanggapan para teman dan followers yang masuk. Ada yang ngetwit ucapan
selamat, kirim salam ke mamak, bahkan ada yang mendoakan aku dikutuk jadi batu karena
ngatain mamak sendiri. Sialnya, yang terakhir ini malah yang lebih banyak.
Namun dari sekian banyak tanggapan,
ada seseorang yang mengemukakan sebuah ide. Kurang lebih begini:
Bang, mamakmu seru juga ya. Bikin
buku aja, Bang, bahas mamakmu!
Wah, gagasan menarik nih, pikirku.
Aku memang sempat terjun ke dunia penulisan sejak SMP hingga SMA. Beberapa
cerpen dan puisi buatanku malah pernah nongkrong di Sinar Indonesia Baru dan
Analisa, koran beken di Sumatera Utara. Dan tentunya, menulis sebuah buku
pernah menjadi cita-cita yang ingin kuraih. Cita-cita ini kemudian tenggelam
saat aku melanjutkan pendidikan bangku kuliah. Alit (@shitlicious), temanku
yang seorang penulis legenda di kalangan pemuda-pemudi Indonesia, juga pernah mengobarkan
semangatku untuk menulis sebelumnya, namun karena fokusku pada skripsi saat itu,
belum sepenuhnya membuatku termotivasi.
Entah kenapa, saat membaca mention
itu, semangatku membuncah, jantungku berdegup kencang, air liurku berceceran. Aku
sangat ingin mewujudkan ide itu. Tapi orang-orang tertarik ga ya kalau aku
bikin buku? Ah, sekalian saja kutanyakan
respon teman-teman di twitter ini, pikirku. Akhirnya mention tadi kuritwit
dengan memberikan tambahan “Ada yang setuju, ga?”
Tak disangka, banyak kawan-kawan
yang mendukung. Respon hampir semuanya positif dan mengapresiasi niat baik itu.
“Wah, bakal keren tuh, Bang.
Dukung!”
“Udah, Bang. Jangan banyak cincong,
TULIS!!”
“Bang, kalau mau beli bukumu di
mana ya?”
Belum ditulis, SETAN!!
Melihat respon mereka, akhirnya aku
membulatkan tekad untuk mencapai mimpi masa muda itu. Hari itu juga aku
menyisihkan waktu untuk berpikir dan mengonsep buku yang akan kutulis. Sekalian
juga membuat outline per bab-nya.
Setelah rampung mengurusi skripsi
dan lulus sidang di awal Januari 2014, tanpa liburan panjang yang berarti,
langsung aja gagasan menulis buku itu kukerjakan. Setiap hari kuusahakan
menyisihkan waktu untuk membuat naskah. Karena kosanku yang sangat berisik di
jam-jam manusia normal hidup, akhirnya aku berjuang menulis saat semua orang
terlelap, di pagi dini hari.
Bagiku yang tidak terbiasa rutin
menulis, kegiatan ini sangat berat pada awalnya. Terutama mengalahkan rasa
malas dan rasa menunda. Itu musuh paling biadab. Tapi membayangkan betapa
bahagianya nanti saat buku ini terbit, aku kembali semangat. Hampir setiap
tengah malam aku start merangkai kata
yang akhirnya merusak jam tidurku hingga saat ini.
Setelah satu setengah bulan yang
berdarah-darah, naskah buku rampung di penghujung Februari 2014. Ada tiga belas
bab, delapan puluh halaman yang semuanya membahas keunikan dan betapa
spesialnya mamak bagiku, ditulis dengan gaya komedi. Naskah itu kukasih judul:
Mamak Lawak-Lawak.
Naskah itu lalu kukirim ke Bukune,
sebuah penerbit yang menurutku sesuai dengan genre dan segmen pasar buku yang kutulis.
Tinggal menunggu jawaban.
Seminggu berlalu. Udara berhembus,
oksigen terhirup, karbondioksida keluar dari paru-paru. Belum ada kabar.
Sebulan berlalu. Notifikasi hape
masih seputar sms operator atau invitation
Pokopang.
Dua bulan berlalu. Debu-debu berterbangan,
ombak menabrak karang, pemberitahuan tak kunjung datang.
Menuju tiga bulan, sebuah angin
segar tiba. Editor Bukune menelepon, menyampaikan kabar sukacita sekaligus
dukacita.
“Kami tertarik menerbitkan bukumu,
Ben. Tapi...?!!”
“TAPI APA, BANG? APA?”
“Tapi?”
"TAPI APA?!!”
“Tapi.., kamu kok selingkuh...”
“Kau Andika Kangen Band yaa?!!”
Intinya, Bukune siap menerbitkan
bukuku, namun konsep harus dirombak. Konsep yang lama, yang seratus persen
hanya membahas mamak, menjadi membosankan katanya. Aku yang menulis sih juga
merasakan hal yang sama. Terasa berat dan jenuh di pertengahan jalan pembuatan
naskah. Jadi, konsep buku yang mereka inginkan harus merombak dan memperbaiki
naskah yang lama.
Aku yang meyakini kapabilitas dan
pengalaman mereka dalam dunia kepenulisan, percaya dan sepaham. Akhirnya kami
sepakat untuk membuat konsep yang baru. Hanya sekitar 30% dari naskah lama yang
akan digunakan. Dengan demikian, aku harus berjuang (lagi) untuk 70% sisa
naskahnya.
Aku dan editor Bukune sudah deal,
70% kekurangan naskah baru ini akan aku genapi dalam satu bulan. Dulu, saat membuat naskah awal, tanpa
kepastian akan terbit saja aku bisa. Kenapa untuk memperbaiki naskah yang sudah
pasti terbit aku ga bisa? Begitu, pemikiranku.
Pokoknya, nantikan karya yang aku
cita-citakan sejak lama ini. Aku akan berusaha memberikan yang terbaik.
Buat yang sudah mendukung dan memberi
semangat, dari hati yang paling dalam kuucapkan: terima kasih
sebanyak-banyaknya. Tanpa kalian, belum tentu hal ini kuperjuangkan.
Buat yang selalu bertanya bagaimana
progres dan kapan bukuku terbit: SABAR NAPE, TONG!! Hehehe...
8 comments
Ciyee pans dapit :D
lama tidak berkunjung kemari, bagaimana kabarnya teman, sehat kan ?
lama tidak berkunjung kemari, bagaimana kabarnya teman, sehat kan ?
berkunjung kemari, salam perkenalan
ehem
Jadi kapan nih aku bisa dapetin bukunya? *kabur dari lemparan kulit manggis
Hahaha sial...
Ditunggu Bang. Jangan lupa kasih satu ke Mamakmu. Haha.